Simy si Pengganggu

foto: @brilafm889.

Simeon Nwankwo alias Simy melanjutkan tradisi para pengganggu penyerang top di daftar top-skorer Serie A.

Selalu ada kisah untuk para penyerang medioker yang mengganggu persaingan top-skorer, termasuk di Serie A.

Tidak terhitung seberapa banyak penyerang top dunia yang pernah bermain di Serie A. Mereka lantas membentuk sebuah dinasti yang mengukuhkan pendapat bahwa persaingan top-skorer hanya ditakdirkan untuk mereka.

Kendati begitu, ada masanya pula mereka diganggu oleh nama-nama liliput yang bermain untuk klub semenjana. Cerita termasyhur barangkali jatuh pada Cristiano Lucarelli yang menjadi top-skorer Serie A 2004/05 meski hanya memperkuat tim promosi, Livorno.

Sebagai tumpuan mencetak gol, Lucarelli punya senjata yang amat komplet. Ia tidak hanya mengandalkan tubuh tinggi besarnya untuk mencetak gol, tapi juga kelebihannya mengeksekusi tendangan bebas dari berbagai sudut.

Nama Antonio Di Natale muncul setelah periode Lucarelli berakhir. Meski telah bermain di Serie A sejak 2004/05, nama Di Natale baru mencuat pada periode 2009/10 hingga 2012/13. Selama periode tersebut, ia mampu mencetak 103 gol dalam 140 pertandingan.

Tak ayal, torehan Di Natale tersebut berpengaruh besar terhadap klubnya, Udinese. Pada musim 2010/11, ia membawa Udinese meraih poin terbanyak sepanjang keikutsertaan mereka di Serie A.

Kejadian serupa terjadi pada musim ini. Meski Cristiano Ronaldo dan Romelu Lukaku berada di dua posisi teratas, tapi persaingan di bawahnya amat panas. Selain Ciro Immobile, Luis Muriel, dan Dusan Vlahovic, ada nama baru mencuri perhatian, Simeon Nwankwo alias Simy.

***

Pada 2018, Presiden FIFA, Gianni Infantino, membuka salah satu kompetisi sepak bola tertua di Afrika, Piala Nigeria. Satu hari sebelumnya, ia hadir di tengah-tengah kompetisi lokal U-17 yang bekerja sama dengan salah satu sponsor FIFA, Coca-Cola.

Saat membuka Piala Nigeria, Infantino pun bercerita mengenai pengalamannya menyaksikan sepak bola akar rumput di Nigeria. Menurutnya, apa yang ia lihat satu hari sebelumnya jauh di atas apa yang dipikirkan.

“Semua bercerita bahwa sepak bola adalah hiburan utama di sini. Namun, setelah menyaksikan kompetisi kemarin, saya sadar bahwa sepak bola di Nigeria bukan hanya hiburan, melainkan sudah seperti agama,” kata Infantino.

Infantino juga menceritakan bahwa stadion tempat kompetisi U-17 dipenuhi oleh para orang tua yang mendukung anak-anaknya. Bagi Infantino, melihat orang tua meninggalkan pekerjaan demi menyaksikan anaknya bermain sepak bola adalah sebuah keajaiban yang tidak pernah dibayangkan.

Masa kecil Simy tidak jauh dari kenyataan tersebut. Ayahnya, Ebo Nwankwo, adalah salah satu pengusaha sukses asal Onitsha. Meski memiliki banyak bisnis, Ebo tidak pernah keberatan untuk menyempatkan waktu demi anaknya.

Simy memulai perjalanannya di dunia sepak bola di akademi milik perusahaan transportasi terbesar Nigeria, GUO. Penampilan apiknya di Piala Nigeria ditangkap oleh salah satu pencari bakat milik Portimonense.

2011/12 jadi musim perdana Simy di Portugal. Penampilannya tidak terlalu buruk. Ia berhasil mengemas lima gol dari 23 pertandingan. Musim berikutnya, catatannya meningkat menjadi 12 gol dari 32 pertandingan.

Dari Portimonense, Simy melanjutkan perjalanan ke di divisi utama bersama Gil Vicente. Musim perdana Simy di Gil Vicente berakhir tidak memuaskan. Ia gagal mencetak gol dalam 15 kesempatan yang diberikan.

“Musim itu adalah satu-satunya musim saya gagal mencetak gol. Namun, kalau boleh jujur, itu adalah musim terbaik sepanjang karier saya. Saya belajar banyak dari musim itu, mulai dari sikap oportunis hingga tenang di segala situasi,” kata Simy.

Pada musim 2014/15, ketajaman Simy kembali seperti sedia kala. Ia menutup musim keduanya dengan sembilan gol. Baiknya lagi, ia akhirnya mencetak assist untuk kali pertama selama bermain di sepak bola profesional.

Namun demikian, torehan tersebut tidak mampu menyelamatkan Gil Vicente dari jeratan degradasi. Simy, yang merasa bertanggung jawab, memilih bertahan di sana kendati banyak tawaran yang datang.

“Saya punya utang budi kepada Gil Vicente. Mereka bisa tetap percaya meski saya berada di kondisi terburuk. Kali ini giliran saya untuk membantu tim ini menjadi lebih baik,” ujar Simy.

Simy memenuhi janjinya. Walaupun Gil Vicente gagal meraih tiket promosi, ia tampil baik pada musim tersebut dan menutup musim sebagai pencetak gol terbanyak kompetisi dengan torehan 20 gol. Crotone pun datang dan menawarkan kesempatan yang tidak dapat ia tolak.

***

Berada di Serie A membuat nama Simy naik ke permukaan. Sejak bergabung Crotone pada 2016/17, ia akhirnya mendapatkan kesempatan membela Timnas Nigeria. Torehan golnya pun meningkat setiap tahunnya.

Untuk mendapatkan tempat seperti sekarang, Simy belajar banyak hal dan dari banyak pemain. Salah satunya Nwankwo Kanu. “ Ia mengajari saya tentang bagaimana caranya pemain seperti kami bisa terus bermain di kompetisi besar,” kata Simy.

Salah satu pelajaran yang diajarkan Kanu adalah memanfaatkan kelebihan. Sebagai pemain depan dengan postur menjulang, yakni 198 cm, Simy punya banyak kelebihan, di antaranya adalah piawai melakukan duel udara hingga jangkauan bola di atas rata-rata.

“Saya mengakui bahwa kemampuan teknik saya di bawah rata-rata. Namun, tubuh saya hampir dua meter dan itu bisa membuat saya menjangkau bola lebih jauh dibandingkan pemain lain,” terang Simy.

Melihat Serie A musim ini, duel udara bukan jadi senjata Simy mencetak gol, tapi tendangan. Hal ini dikarenakan cara menyerang Crotone adalah melalui percobaan dari luar kotak penalti, bukan umpan silang. Sejauh ini, ia baru mencetak gol satu gol via sundulan.

Simy juga punya alasan mengapa ia bertumpu pada tendangan. “Bek di sini punya lompatan yang luar biasa dan itu membuat saya sulit memenangi duel udara. Saya beruntung punya kaki yang panjang dan tembakan yang kencang,” kata Simy.

Keahlian tersebut membuat Simy menjadi tumpuan utama Crotone dalam mencetak gol. Ia kini juga menempati urutan ketiga di daftar top-skorer Serie A bersama Vlahovic, Immobile, dan Muriel dengan torehan 19 gol.