Veni, Vidi, Vinicius

Foto: Twitter @vinijr.

Tiga tahun sudah Vinicius bergelut dengan ekspektasi dan kritik orang-orang. Pertanyaannya, sampai kapan?

"Aku punya kesempatan untuk memilih salah satu dari beberapa klub besar dunia. Dan sekarang aku sudah memilih yang terbaik di antara semuanya."

Omongan Vincius Junior itu bukan bualan. Dia telah menolak tawaran dari klub-klub mapan Eropa sebelum melakukan pidato kecilnya di Real Madrid itu. Lima kesebelasan dari lima negara berbeda sudah menunjukkan ketertarikannya, begitu klaim dari sang agen, Federico Pena.

Semuanya diawali dari Copa America U-17. Dengung Vinicius bertalu-talu di sana. Wajar, gelaran 2017 tersebut nyaris menjadi panggung tunggalnya. Vinicius menyabet gelar topskorer sekaligus pemain terbaik turnamen. Brasil juga menjadi kampiun usia menggiling Chile 5-0 di final. Komplet sudah.

Tak ayal tawaran berdatangan, termasuk juga Barcelona. Mereka tak peduli seberapa anomnya Vinicius di kancah sepak bola profesional. Ketika itu Vinicius baru menjalani musim profesional pertamanya dengan Flamengo. Tak makan waktu lama, penggagum Ronaldo Nazario itu memilih Madrid sebagai panggung impiannya.


Dalam serial berjudul 'Vini for Real', Vinicius mencurahkan cerita hidupnya, bagaimana dia mulai mengenal sepak bola hingga menjadi personel Madrid.

Ada fragmen di mana Vinicius minder bukan main saat pertama kali mendarat di sana. Dia sampai bermalam 10 hari di markas latihan Madrid, Valdebebas, sementara para seniornya menginap di hotel. "Supaya tetap fokus dan mampu berkontribusi banyak," demikian jawabnya.

Tak gampang menenangkan mental di tanah perantauan. Apalagi Vinicius baru menginjak 18 tahun dan main di klub sekelas Madrid pula.

Syukurlah ada Marcelo dan Casemiro yang membantunya beradaptasi di Madrid. Para kompatriotnya itu juga punya pengaruh kuat di lapangan. Seakan tak cukup, Vincius sampai mengajak kedua sahabatnya dari Brasil, Menegate dan Wesley, selain keluarganya untuk tinggal bersama. Ada sekitar 12 orang yang tinggal bersamanya di Spanyol.

Tapi, itu cuma pembuka dari ribuan problem yang akan dihadapai Vinicius nanti. Dia bukan turis yang cuma harus beradaptasi, dia kudu menunjukkan kualitasnya bila ingin diakui sebagai bintang Madrid.

Los Blancos jelas menaruh ekspektasi besar. Maklum, Vinicius direkrut dengan harga yang tak murah, 45 juta euro. Angka itu membuatnya menjadi pemain Brasil termahal setelah Neymar.

Foto: realmadrid.com

Madrid tak serta merta mengundang Vinicius ke tim ini. Mereka menggemblengnya dulu di Castilla. Di atas kertas, ini tak sulit karena Vinicius hanya bertanding dengan para pemain dari Segunda Division B--Divisi Empat Spanyol. Menjadi tricky karena Vinicius sudah kondang duluan. Tak jarang dia menjadi obyek terjangan personel lawan.

"Semua orang tahu aku berharga 45 juta dan merupakan bagian dari tim utama. Mereka berupaya membuktikan bahwa aku tak sejago itu," ucap Vinicius.

Mereka salah besar. Vinicius berhasil mencetak 4 gol dari 5 pertandingan bersama Castilla. Performa impresif itu membuatnya naik ke tim utama.

Masalahnya, di musim 2018/19 tersebut performa Madrid lagi gonjang-ganjing. Mereka tengah mengalami transisi setelah ditinggal pergi Cristiano Ronaldo. Ditambah lagi dengan pencopotan Julen Lopetegui dari kursi pelatih lantaran gagal memenuhi ekspektasi.

Adalah Santiago Solari yang ditunjuk sebagai penggantinya. Overall, eks pelatih tim junior Madrid itu menunaikan tugasnya dengan apik. Dari Solari pula Vinicius mendapatkan banyak jam terbang. Namun, Madrid memilih bereuni dengan Zinedine Zidane di pengujung musim.

Bila ditotal Vinicius merasakan fase tiga pelatih berbeda di musim pertamanya. Makin sulit karena dia sempat mengalami pecah ligamen lutut yang memaksanya absen 2 bulan lamanya. Vinicius menutup edisi 2018/19 dengan jumlah lesakan 4 gol dari 31 pementasan lintas ajang.

Cedera selalu menjadi momok buat para pesepak bola. Tak sedikit dari mereka yang kelabakan mengembalikan performa terbaiknya setelah pulih. Apalagi pemuda seperti Vinicius yang masih dalam proses pengembangan.

Vinicius sampai terisak-isak saat disinggung soal cederanya. Menurutnya, momen cedera melawan Ajax Amsterdam di Liga Champions 2018/19 tersebut merupakan yang terburuk dalam kariernya.

"Saat kamu kembali, kamu tak lagi memercayai kakimu seperti sebelumnya. Selalu ada bayangan ketakutan jika kita akan mengalami cedera yang sama lagi," terang Vinicius.

Itulah mengapa musim keduanya berjalan klise. Total 5 gol dibuatnya dari 38 pertandingan di semua kompetisi. Sebuah peningkatan, tapi tak cukup memenuhi standar pemain Madrid.


November lalu sempat tersiar rekaman kontroversial yang melibatkan Vinicius dengan salah satu pentolan Madrid, Karim Benzema. Di Lorong Stadion Borussia Park itu, Telefoot menyibak omongan Benzema kepada Ferland Mendy soal eogisme Vinicius di lapangan.

"Dia cuma melakukan apa yang dia inginkan. Jangan bermain dengannya, Bro. Dia bermain melawan kita," kata Benzema kepada Mendy.

Rekaman itu diperkuat dengan nihilnya sodoran umpan Benzema ke Vinicius di babak kedua. Zidane tak tinggal diam, dia mengganti Vinicius dengan Eden Hazard di menit 70. Hasilnya tokcer. Madrid berhasil mencetak 2 gol dan terhindar dari kekalahan atas Borussia Moenchengladbach.

Dari sini keraguan terhadap kemampuan Vinicius kian mengental. Bagaimana kalau kenyataannya Vinicius tak sebagus yang diharapkan? Bahkan rekan setimnya pun sampai tak memercayainya.

Semuanya hanya bisa dijawab Vinicius di atas lapangan. Berkontribusi dengan mencetak gol atau assist. Sialnya, Vinicius urung memberi bukti. Betul bahwa dia berhasil memproduksi 3 gol dari 5 laga awal. Namun, jumlah itu tak bertambah dalam rentang waktu 4 bulan.

[Baca Juga: Menakar Problem Real Madrid]

Masuk akal kalau Madrid menuntut peranan Vinicius, Mereka sendiri juga mengalami krisis produktivitas. Sampai saat ini, baru 73 gol yang mereka buat dari 43 laga di seluruh ajang atau 1,69 dalam rata-rata. Jumlah ini menjadi yang terendah sejak Ronaldo angkat kaki. Di edisi 2017/18 itu Madrid berhasil mengemas 2,38 gol per laga.

Jangan heran pula kalau Benzema begitu cerewet. Wong dia nyaris bekerja sendirian sebagai produsen gol Madrid. Sudah 19 gol dia cetak di La Liga. Bila dipersentase, jumlahnya setara dengan 36% dari total gol Madrid.

Lewat omelannya itu, Benzema justru berusaha untuk mengasah mental Vinicius. Dia tak segan menganggap juniornya tersebut sebagai calon bintang Madrid.

"Inilah mengapa saya banyak berbicara dengannya di lapangan, terkadang sedikit keras, tapi itu demi dia. Dia bisa memberi lebih. Ketika dia mau berusaha, dia bisa menjadi fenomena," kata Benzema seperti dilansir situs resmi La Liga.

Validasi Benzema tercurah saat Madrid bersua Liverpool di leg pertama perempat final Liga Champions. Vinicus mengukir brace sekaligus membawa EL Real menang 3-1. Berkat kemenangan itu pula Sergio Ramos cs. melaju ke fase semifinal.

Tapi, ya, tetap saja ada beberapa spek yang perlu di-updgrade Vinicius. Setidaknya agar konsisten terlibat dalam penciptaan gol dulu. Baru setelah itu soal penyelesaian akhir.

Menurut Understat, xG pemain kelahiran Sao Goncalo ada di angka 5,68. Dengan kata lain, dia seharusnya bisa mencetak sekitar 5 gol di La Liga. Sementara kenyataannya, baru 3 gol yang dibikin Vinicius.

Defisit xG 2,68 itu menjadi yang terburuk di antara seluruh personel Madrid. Sebagai pembanding, jumlah itu masih lebih buruk dari Hazard dan Marco Asensio yang berhasil mencetak 1 lesakan lebih banyak dari angka harapan golnya. Lebih-lebih lagi Benzema dengan lesakan 19 gol dari xG-nya yang "cuma" 16,61. 

***

Andai Vinicius tak berbenah, bukan tak mungkin mimpinya menjadi bintang Madrid bakal musnah. Alih-alih menjadi penerus Ronaldo Nazario dan Neymar, eksistensinya bakal tergerus dan pulang kampung lebih dini seperti Gabriel Barbosa.

Buatnya, ceritanya di Madrid barulah menjejak babak awal. Veni, vidi, Vinicius; (aku) datang, (aku) lihat, (akulah) Vinicius. Yang belum ia raih adalah fase di mana akhirnya dia bisa berkata: (Aku) menang.